Ketika
diminta komentarnya oleh media di Jakarta, pria berdarah Madura-Batak
itu mengatakan bahwa kasus penetapan dirinya sebagai tersangka sudah
pertengahan tahun 2017. Itu merupakan resiko sebagai pemimpin LSM LIRA
dengan Rekor Muri, ketika harus bertindak tegas dalam mengambil
keputusan. Cuma aneh memang kebijakan internal organisasi, ko bisa
diproses hukum.
“Kasus ini sebenarnya
sederhana. Di LSM LIRA Dewan Pendiri itu memiliki kewenangan tertinggi.
Saat Dewan Pendiri menerbitkan SK, namun ada kelemahan karena hanya
ditandatangani salah satu Dewan Pendiri dari Lima Dewan Pendiri. Maka
dalam rapat disepakati untuk merevisi SK dengan cara mencabut yang lama
dan menerbitkan yang baru,” tegas HM. Jusuf Rizal
Secara
kronologis dipaparkan bahwa saat melakukan konsolidasi ke Sumut,
menjawab pertanyaan wartawan, HM.Jusuf Rizal selaku Ketua Dewan Pendiri
LSM LIRA menyebutkan SK 001 pengangkatan Olies Datau sebagai Presiden
LSM LIRA Periode 2015-2020 ada kelemahan. Untuk itu SK tersebut akan
dicabut guna direvisi dengan menerbitkan SK Baru yang ditandatangani
semua Dewan Pendiri LSM LIRA.
Namun yang
terjadi adalah Olis Datau, 31 Maret 2016 melaporkan HM.Jusuf Rizal ke
Mabes Polri atas pelanggaran UU ITE mentransformasikan berita yang
dianggapnya merugikan dirinya dengan bukti hasil pemuatan media cetak
dan online di Sumut. Tapi karena tempat kejadian di Sumut, Mabes Polri
kemudian melimpahkan berkas pengaduan ke Polda Sumut.
Dalam
proses penyidikan setelah memanggil saksi-saksi termasuk Dewan Pendiri
LSM LIRA, tidak ditemukan adanya pelanggaran hukum. Proses pencabutan SK
untuk diperbaharui sudah sesuai mekanisme organisasi dan kewenangan
Dewan Pendiri yang memiliki kewenangan tertinggi dalam organisasi.
Karena
tidak ada yang salah dan penyidik tidak memiliki bukti pelanggaran,
maka HM. Jusuf Rizal selaku terlapor meminta Poldasu segera menerbitkan
SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara). Namun kasusnya digantung
oleh Poldasu hingga kemudian setelah tujuh bulan, pertengahan tahun
2017, Poldasu menetapkan HM. Jusuf Rizal jadi tersangka.
Atas
penetapan tersebut, HM. Jusuf Rizal melawan dan menanyakan dasar
penetapan dirinya jadi tersangka. Karena menurutnya ada yang tidak beres
dalam proses penetapannya. Tidak jelas dasarnya tiba-tiba jadi
tersangka? Untuk itu, selaku aktivis yang kritis, ia meminta dasar
penetapan, sebab ada yang menurutnya janggal dan dipaksakan.
Pertama,
lanjut pria yang juga Sekjen DPP MOI (Media Online Indonesia) itu,
kebijakan menerbitkan dan mencabut SK itu urusan internal organisasi dan
sesuai AD/ART tidak bisa dibawa ke ranah hukum. Kedua, Pelaporan 31
Maret 2016 adalah tentang SK yang dicabut untuk diperbaharui, tapi
lucunya dasar penetapan tersangka adalah ciutan di FB Tanggal 2 April
2016.
Masalahnya pun berbeda. Yang dijadikan
dasar penetapan karena kata “makar”. Dimana tanggal 1 April 2016
menjawab pertanyaan ciutan di FB yang menanyakan,”Apakah Olies Datau,
masih menjadi Presiden LSM LIRA atau tidak?”. HM. Jusuf Rizal kemudian
tanggal 2 April 2016 memberi jawaban, bahwa Olies Datau sudah
diberhentikan oleh Dewan Pendiri sebagai Presiden LSM LIRA sejak 1 April
2016 dengan empat alasan.
Adapun empat alasan
tersebut adalah 1. Tidak mau menjalankan amanat Munas. 2. Melanggar
konstitusi organisasi. 3. Memecah belah organisasi (Olies Datau membuat
Ormas Perkumpulan Lira baru dengan logo, nama, atribut yg sama) dan 4.
Makar terhadap organisasi (Memalsu tanda tangan dewan pendiri untuk
membuat organisasi baru Lira seolah-olah itu hasil Munas).
Kata
makar itulah yang dijadikan dasar penetapan tersangka. Tapi saat
berdebat dengan penyidik, HM.Jusuf Rizal mengatakan hukum itu bukan
keranjang sampah dan semau penyidik menetapkan tersangka seseorang.
Masak laporan pelanggaran hukum 31 Maret 2016, tentang pencabutan SK,
kenapa penetapan tersangka yang dijadikan bukti adalah bukti ciutan di
FB tanggal 2 April 2016.
Penyidik pun menurut
HM.Jusuf Rizal telah mengakui bahwa kasus pelaporan HM.Jusuf Rizal
sangat sumir. Ada dugaan titipan dan intervensi hukum dari pihak
tertentu agar HM. Jusuf Rizal dapat “dijadikan tersangka” kemudian
langsung “ditangkap”.
Atas dasar bukti yang sumir itu kemudian disepakati agar segera diterbitkan SP3.
Tetapi
hidup ini bukan sekedar benar dan salah. Ada ruang abu-abu dimana
kepentingan terus berusaha bermain agar HM. Jusuf Rizal tetap bisa
dipenjara. Penyidik pun tak bisa lagi komunikasi, padahal sudah
menjanjikan dalam tiga hari setelah gelar perkara akan diterbitkan SP3.
Namun hingga lebih dari dua minggu SP3 tidak kunjung terbit dari
Poldasu.
Proses selanjutnya HM. Jusuf Rizal
melakukan Pra Peradilan atas penetapan tersangka oleh Poldasu untuk
mencari bukti-bukti lain yang dimiliki pelapor dan untuk memperoleh
keadilan. Hasilnya Pra peradilan HM. Jusuf Rizal dikalahkan dan Poldasu
menang.
Poldasu pun mengajukan berkas Perkara
HM.Jusuf Rizal ke Kepengadilan Sumut. Namun Berkas Perkara dikembalikan
ke Poldasu, karena jika yang dijadikan dasar penetapan HM.Jusuf Rizal
menjadi tersangka adalah kata “Makar” sesuai tempat kejadian, maka
proses hukum lanjutannya ada di Pengadilan Jakarta Timur.
“Saya
sudah di BAP lagi oleh Penyidik Poldasu untuk menjelaskan, siapa
Pendiri LSM LIRA itu dan kewenangannya. Kemudian menjelaskan kata
“makar” yang dimaksud itu adalah untuk organisasi, bukan untuk negara.
Kata makar sesuai kamus besar bahasa Indonesia juga identik dengan kata
culas,” tegas Jusuf Rizal
Jusuf Rizal kepada
media, juga menyebutkan sudah menerima surat tindak lanjut proses
hukumnya dilimpahkan Poldasu ke Polda Metro. Sebagai terlapor yang
dijadikan tersangka karena kata makar, ia ingin proses hukumnya segera
masuk ke pengadilan agar dalam persidangan diketahui, mana yang benar
dan salah. Setiap warga negara harus patuh pada hukum.
Ketika
disinggung dirinya dijadikan tersangka kemudian diviralkan oleh
kelompok Olies Datau selaku pelapor, Jusuf Rizal tidak merasa ada
sesuatu yang luar biasa. Memang banyak yang konfirmasi atas penyebaran
dirinya jadi tersangka. Namun setelah diberi penjelasan justru banyak
sahabatnya yang bersimpati dan menilai pelapor tidak paham konstitusi
organisasi.
Lanjut
Jusuf Rizal Menjadi pemimpin itu memang penuh resiko. Sebagai aktivis,
ia tahu resikonya, termasuk ancaman penjara maupun pembunuhan. Jadi
seperti pepatah, Ia menyebutkan jika takut ombak jangan membuat rumah
ditepi pantai. (rr)
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi Globalaceh.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.