Oleh: Irfan Widyasa
Batam adalah pusat Industri Perkapalan di Indonesia. Dari 250-an
jumlah perusahaan Industri Galangan Kapal di Indonesia (catatan
Kementerian Perindustrian 2016), 104 perusahaan berada di Batam. Namun
sayangnya, Industri Galangan Kapal di Batam sedang lesu, membawa banyak dampak terhadap sektor ekonomi lainnya di Batam.
Pekerja
galangan kapal di Batam yang sebelumnya menyerap banyak tenaga kerja
hingga sempat menembus 250.000 orang, kini tinggal tersisa 2.500-an
orang saja. (Suri Teo, Sekretaris Batam Shipyard and Offshore
Associaton, 2017).
Sepinya industri galangan kapal di Batam (Kepulauan Riau) dalam kurun
lima tahun belakangan ini, membuat banyak pekerja galangan kapal
menganggur dan memilih pulang kampung. Meskipun pemutusan hubungan kerja
(PHK) bukan sesuatu yang populer, namun terpaksa dipilih, demi
mengurangi biaya perusahaan akibat pesanan yang sepi. Hal ini sudah
barang tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Batam, bahkan membawa
imbas secara nasional.
Kalau kita berusaha “membedah” penyebab lesunya Industri Galangan
Kapal di Batam, sedikitnya ada lima penyebab yang layak dikedepankan.
Kebutuhan kapal menurun
Masalah pertama adalah jatuhnya harga minyak, yang membuat permintaan
minyak juga menurun, pada gilirannya membuat permintaan kapal baru dan
reparasi/perbaikan kapal juga menurun. Banyaknya sumur minyak dunia
berlokasi di lepas pantai (offshore) tentu membutuhkan angkutan kapal.
Dengan menurunnya permintaan minyak, maka permintaan angkutan kapal pun
menurun.
Lesunya perekonomian dunia bukan hanya tentu membuat kebutuhan sumber
energi menjadi menurun pula. Maka bukan hanya permintaan minyak yang
menurun, permintaan sumber energi lain lain seperti batubara juga
menurun. Negara-negara pengkonsumsi batubara seperti China dan India,
menurunkan permintaan akibat industri yang lesu.
Upaya sejumlah negara membatasi penggunaan bahan bakar fosil
(dituding penyebab polusi), termasuk Amerika Serikat yang sebelumnya
pengkonsumsi batubara dalam skala besar, menurunkan permintaan. Angkutan
utama batubara adalah kapal, maka penurunan permintaan batubara sama
artinya dengan penurunan kebutuhan kapal (tongkang dan tugboat).
Larangan Ekspor Mineral
Pelaksanaan Undang-undang Pertambangan, Mineral dan Batubara (Minerba)
tahun 2009 yang mulai dilaksanakan lima tahun kemudian atau sejak 2014,
yaitu melarang mengekspor barang mentah, juga turut memengaruhi
penurunan permintaan kapal. Barang harus diolah terlebih dahulu untuk
menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, agar barang mendapat
nilai tambah, supaya memperoleh devisa yang lebih besar. Namun dampak
jangka pendek, permintaan kapal menurun.
Namun, sepertinya, Pelaksaan UU Minerba 2009 ini “secara
setengah-setengah” menjadi senjata makan tuan. Dampak UU Minerba
terhadap kinerja ekspor bisa dilihat pada ekspor bijih, kerak dan abu
logam mengalami penurunan sebesar US$685,2 juta atau 70,13 persen (data
BPS 2016). Hal ini tentu saja menurunkan permintaan kapal jenis tongkang
dan tugboat pengangkut mineral mentah.
Pembatasan/penurunan ekspor mineral sangat berpengaruh terhadap
industri kapal di Batam, karena sesungguhnya produk andalan industri
kapal di Batam adalah tongkang dan tugboat, yaitu yang lajim digunakan
untuk mengangkut mineral. Pengapalan mineral menurun, maka permintaan
tongkang dan dan tugboat pun menurun juga.
Meskipun Batam sudah dapat memproduksi berbagai jenis kapal seperti
kapal kargo, tanker, SPB, kapal pandu, AHTS, SPOB, AWB, PSV, Hopper,
alumunium, roro, Crane Barge dan kapal canggih seperti Landing Craft
Tank, Landing Craft Utility Amphibious, namun yang paling banyak
diproduksi di Batam adalah kapal tongkang dan tugboat pengangkut mineral
batubara dan tanker pengangkut minyak.
Demo dan upah buruh
Lesusnya industri galangan kapal bukan hanya dipengaruhi lemahnya
permintaan, tetapi juga masalah buruh. Masalah perburuhan di Batam
ditandai dengan seringnya demo buruh menuntut kenaikan upah. Padahal,
dibanding Vietnam, sistem pengupahan di Batam sudah lebih baik. Tahun
2016, upah minimum buruh Kota Batam mencapai Rp 3.241.125 (SK Gubernur
Kepri 2443/2016), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Vietnam
yang upah minimumnya masih Rp 1.509.361 (www.wage.indicator.org).
Jadi masalah Batam bukan hanya masalah turunnya harga minyak mentah
dan batubara dunia serta larangan eksport minerba mentah, tetapi juga
masalah demo-demo buruh yang terus-menerus menuntut kenaikan upah. Jadi
situasi Batam, ibarat “sudah jatuh tertimpa tangga.”
Pantas kita catat, sepinya industri galangan perkapalan dan
konstruksi oil and gas bukan hanya terjadi di Indonesia (Batam), tetapi
di seluruh dunia. Hal yang sama terjadi China, Korsel, Singapura dan
Malaysia. Industri galangan kapal sama-sama merana. Bahkan, Hyundai
Heavy Industries, perusahaan galangan asal Korea, menutup galangan yang
ada di Gunsan.
Sementara Vallianz, perusahaan layanan lepas pantai yang berbasis di
Singapura, menutup layanan perbaikan dan pemeliharaan kapal yang ada di
Singapura. Vallianz berencana menggabungkan operasi galangannya di
Batam, Indonesia (Bulletin Indonesia Shipping Times, Januari 2017).
Namun, sebab situasi ini harus disikapi secara optimis, masih ada
harapan untuk kebangkitan industri galangan kapal di Batam. Yaitu
stabilnya harga minyak mentah di kisaran USD 45 – USD 50 per barel,
membaiknya harga batubara 2017 di kisaran USD 75 per ton, peronggaran
ekspor mineral mentah, pembentukan klaster industri galangan kapal oleh
BP Batam, dan peluang pesanan peremajaan kapal-kapal tua yang jumlahnya
cukup banyak, akan membuka kebangkitan industri galangan kapal di Batam.
Kita harus optimis. (Bersambung)
Penulis adalah Direktur Small Medium Enterprise, Indonesia Marketing
Asscociation (IMA), Chapter Batam. Lulusan Teknik Planologi Institut
Teknologi Bandung (ITB)
Home »
» Lesunya Industri Kapal di Batam
Lesunya Industri Kapal di Batam
Written By nasional on Rabu, 19 Juli 2017 | 06.33
Related Article
-
▼
2017
(695)
-
▼
Juli
(22)
- Pakde Karwo Minta PA GMNI Jatim Terapkan Trisakti ...
- Optimisme Kebangkitan Industri Galangan Kapal di B...
- Menemukan Dalam Sekejap Mata: Teknologi Pencocokan...
- SPAM Umbulan Wujudkan Air Berkualitas Bagi Masyarakat
- Gubernur Jatim Raih Pembina K3 Terbaik Nasional
- Pegolf Malaysia Bertarung di Padivalley
- Lesunya Industri Kapal di Batam
- Gubernur Soekarwo Terima Penghargaan dari Kapolda ...
- Pelanggan IndiHome ke - 2 Juta dari Sorong
- 2017 Dinkes Halbar Fokus Urus ijin UKL-UPL Dua Pus...
- Abaikan Pasien,Layanan Medis Puskesmas Tallunglipu...
- In Excess of USD 4 Million A Judgement Issued Agai...
- Presiden Jokowi: Bangun Afrika Tanpa Merusak
- Peresmian Penjara Wanita Hasil Renovasi Pasukan Ga...
- Harun Abidin Pengusaha Bermasalah Asal Medan Diput...
- UKW Angkatan 19 PWI Jatim Digelar 17-18 Juli 2017
- Pakde Karwo : Partisipatoris dan Kultural Kunci Su...
- Pakde Karwo : Tangani Radikalisme dengan Dialog
- Gus Ipul Imbau Bani Ismail Jangan Ada Putus Sekolah
- Gus Ipul : Halal Bihalal, Tradisi Asli Indonesia
- Gus Ipul : Reuni Sebagai Media Perkuat Ukhuwah Isl...
- Gus Ipul Ajak Santri Istiqomah Teruskan Perjuangan...
-
▼
Juli
(22)
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi Globalaceh.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.