Pergantian
Kabareskrim Budi Waseso adalah Akhir Konsolidasi Strategis Jokowi
2015....Jokowi butuh 10 bulan lamanya untuk menjadi "The Real
President". Sebelumnya, Presiden Jokowi ibarat macan ompong, tak
bergigi. Ia didikte oleh parta-partai dari Koalisi Indonesia Hebat
khususnya PDIP perjuangan dan menyebutnya sebagai "petugas partai".
Jokowi
juga menjadi bulan-bulanan partai-partai dari Koalisi Merah Putih
dengan menyebutnya Presiden "boneka". Sikap pandang remeh dan terkesan
menantang terhadap Presiden Jokowi bahkan datang langsung dari Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Sebelum reshuffle kabinet Kerja Agustus lalu,
Jusuf Kalla sudah 12 kali berbeda pendapat dengan Presiden Jokowi. Hal
ini sering membuat gaduh dan intrik politik. Sikap menantang juga
dipertontonkan oleh Kabareskrim Budi Waseso. Budi Waseso terkesan tak
menggubris instruksi Presiden Joko Widodo terkait kasus Abraham Samad,
Bambang Widjajanto, Denny Indriana, Novel Baswedan dan Ketua Komisi
Yudisial. Presiden Jokowi meminta Polri untuk tidak lagi
mengkriminalisasi pihak-pihak atau lembaga hukum yang punya pendapat
berseberangan dengan institusi Polri. Menghadapi aneka celaan,
perlawanan dan pembangkangan terhadap dirinya, Jokowi bersikap sangat
hati-hati, tidak sembrono dan main sikut namun tidak tinggal diam.
Jokowi yang cerdas mulai dengan jeli membuat perhitungan, kalkulasi
politik dan menggalang kekuatan.
Jokowi
tidak serta merta melawan PDIP, melakukan reshuffle kabinet,
berkonfrontasi dengan KMP dan langsung mengganti Kabareskrim. Jokowi
terlebih dahulu membuat step-step yang jitu penggalangan kekuatan
sebelum membungkam lawan-lawannya. Ia dengan sabar membuat konsolidasi
kekuatan terencana, terukur, tepat dan strategis. Jokowi yang berlatar
belakang sipil dan karena itu dipandang remeh oleh para anggota partai,
anggota DPR, para mantan jenderal dan bahkan para elit di kepolisian,
ternyata bukan politikus kemarin sore. Jokowi yang "ndeso" terlihat
plonga-plongo, ternyata jauh lebih cerdas dari pada lawan-lawannya.
Jokowi secara pelan namun pasti menyusun dan menggalang kekuatan yang
semakin lama-semakin hebat.
Sekarang
setelah 10 bulan menjadi Presiden, Jokowi yang tadinya minim kekuatan,
sekarang telah menjelma menjadi raksasa yang memiliki kekuatan
menakutkan dan membuat lawan-lawannya macam Fadli Zon, Fahri Hamzah,
Bambang Soesatyo dan lain-lain diam tak berkutik. Suara2 sumbang, keras,
dan provokatif dari lawan-lawan Jokowi di awal-awal masa
kepresidenannya, kini semakin hilang samar-samar.
Apa langkah-langkah konsolidasi kekuatan yang telah dilakukan oleh Jokowi?
Pertama-tama Jokowi merapat dengan TNI dengan mendekati Moeldoko (pilihan SBY), yang pada saat itu masih menjadi Panglima TNI. Moeldoko pun menyatakan loyal kepada Jokowi dengan deal-deal politik tertentu pada masa depan. Lalu berselang beberapa bulan kemudian, Jokowi berhasil membuat poros kekuatan militer yang loyal kepada dirinya. Ia melantik Gatot menjadi Panglima TNI, melantik teman akrabnya Sutiyoso, sebagai Kepala BIN, melantik Mulyono sebagai KSAD. Sebelumnya, Jokowi telah mengangkat teman seperjuangan nya Luhut B. Pandjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Bersamaan dengan pelantikan para petinggi TNI itu, Jokowi membiarkan Golkar dan PPP saling berkelahi memperebutkan pengurus dengan membiarkan Menkumham Yasonna Laoly mengintervensi kepengurusan kedua partai itu. Dengan demikian kedua kekuatan ini menjadi lemah karena sibuk berkelahi.
Pertama-tama Jokowi merapat dengan TNI dengan mendekati Moeldoko (pilihan SBY), yang pada saat itu masih menjadi Panglima TNI. Moeldoko pun menyatakan loyal kepada Jokowi dengan deal-deal politik tertentu pada masa depan. Lalu berselang beberapa bulan kemudian, Jokowi berhasil membuat poros kekuatan militer yang loyal kepada dirinya. Ia melantik Gatot menjadi Panglima TNI, melantik teman akrabnya Sutiyoso, sebagai Kepala BIN, melantik Mulyono sebagai KSAD. Sebelumnya, Jokowi telah mengangkat teman seperjuangan nya Luhut B. Pandjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Bersamaan dengan pelantikan para petinggi TNI itu, Jokowi membiarkan Golkar dan PPP saling berkelahi memperebutkan pengurus dengan membiarkan Menkumham Yasonna Laoly mengintervensi kepengurusan kedua partai itu. Dengan demikian kedua kekuatan ini menjadi lemah karena sibuk berkelahi.
Setelah
kekuatannya cukup, maka Jokowi berani melakukan reshuffle kabinet
kerjanya. Itu dilakukan Jokowi pada pertengahan Agustus lalu. Dalam
reshuffle itu, Jokowi tidak takut lagi kepada Surya Paloh, ketua partai
Nasdem untuk mencopot Menkopolkam Tedjo yang kinerjanya suam-suam kuku.
Jokowi kemudian menempatkan Luhut B Panjaitan sebagai Menkopolhukam yang
baru, pihak kepolisian yang masih dipimpin 3B (Badrodin, Budi Gunawan
dan Budi Waseso). Para elit kepolisian ini sering off side dan terkesan
"main bola" sendiri. Nah kemarin (2/9), Jokowi terus melakukan
konsolidasi kekuatan dengan melantik Teten Masduki sebagai Kepala Staf
Kepresidenan. Teten adalah pendukung setia Jokowi jauh-jauh hari sebelum
Pilpres lalu.
Sebelum
pelantikan Teten, Jokowi juga sudah mendorong PAN untuk berpisah dengan
KMP dan bergabung dengan pemerintahan nya secara resmi. Terbukti
kemarin, PAN telah menyatakan Good by kepada KMP yang membuat para elit
KMP terkaget-kaget dan bengong sendiri. Setelah kekuatan Jokowi
terbentang hebat: Gatot, Mulyono, Sutiyoso, Luhut, Rizal Ramli, Teten,
Golkar Agung dan PPP Romy, maka sekarang tibalah saatnya melakukan
konsolidasi akhir nan menderu yakni mengganti Kabareskrim Budi Waseso
yang sarat dengan kontroversial itu.
Sebelumnya
Jokowi tidak berani mencopot Buwas karena kekuatannya belum cukup.
Pasalnya, di belakang Budi Waseso ada Budi Gunawan dan di belakang Budi
Gunawan ada Megawati, Surya Paloh dan Jusuf Kalla. Penggeledahan di
Kantor RJ Lino di Pelindo II Jumat lalu adalah hanya sebagai pemicu
pencopotan Budi Waseso. Jauh-jauh hari sebelumnya sudah banyak pihak
yang mendorong Jokowi termasuk pihak-pihak yang membuat petisi untuk
memecat Budi Waseso. Alasan pencopotan Budi Waseso jelas sering membuat
gaduh politik. Hal-hal kecil dibesar-besarkan oleh Buwas lalu dibuat
kontroversi dengan alasan penegakan hukum.
Jokowi tidak suka pembuat gaduh, hal-hal kontroversi di tengah masyarakat. Jokowi ingin agar penegak hukum bekerja cepat, tepat, cerdas dan gaduh sesedikit mungkin. Ke depannya, setelah Jokowi melakukan pergantian di tubuh Bareskrim.
Jokowi tidak suka pembuat gaduh, hal-hal kontroversi di tengah masyarakat. Jokowi ingin agar penegak hukum bekerja cepat, tepat, cerdas dan gaduh sesedikit mungkin. Ke depannya, setelah Jokowi melakukan pergantian di tubuh Bareskrim.
Sebelumnya
juga Jokowi dengan santai tidak mengabulkan permohonan para pimpinan
DPR untuk menandatangani prasasti pembangunan ketujuh kompleks DPR.
Alasannya Jokowi sudah merasa daya tawar para pimpinan DPR itu sudah
seperti "macan ompong" sekarang. Sama seperti dirinya dulu. Jadi
pergantian Kabareskrim yang akan dilakukan oleh Jokowi lewat Kapolri
dalam satu-dua hari ini adalah konsolidasi strategis terakhir Jokowi
pada tahun 2015 ini.
Dengan
konsolidasi akhir itu, maka setelahnya Jokowi tinggal fokus membenahi
ekonomi, membangun Indonesia yang lebih baik dengan bekerja, bekerja,
bekerja dan bebas dari gaduh.
Penulis adalah Redaktur Senior Baranews.co
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi Globalaceh.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.